Deskripsi tentang kerajaan Hindu Budha di Indonesia
Kerajaan hindu di indonesia
1. Kerajaan kutai
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJLJwR9GsPl0cShXOZ15yMn1KyNWwSPD6BFPEn70mF1dWivj-q1vpGOJDyuelIhLnQsnJueCTzkx71M6DFvx_QHM1Dvi8V_DTz4bsbe_btVi77_THsNs0roSn0fhe_0P8dkHSRXCy2SdM/s1600/Sejarah-Kerajaan-Kutai.jpg
Nusantara memiliki sejarah beberapa kerajaan yang panjang dan terkenal. Waktu belajar di sekolah dulu pastinya Anda pernah diterangkan jika kerajaan yang pertama kali berdiri di Indonesia adalah Kerajaan Kutai. Kutai merupakan salah satu daerah di Kalimantan Timur dan ternyata menyimpan cerita tentang sejarah kerajaan Kutai hingga runtuh yang sangat menarik untuk diceritakan. Lalu bagaimanakah sepak terjang dari kerajaan yang bercorak Hindu tersebut?
Sejarah Kerajaan Kutai (img:satujam)
Sumber Sejarah Kerajaan Kutai Beserta Raja Raja dan Peninggalannya:
Awal berdirinya Kerajaan Kutai Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu pertama di Indonesia. Awal mula berdirinya pada tahun 350 masehi atau sekitar abad ke 4. Cerita sejarah kerajaan Kutai hingga runtuh memang tak lepas dari cerita raja pertamanya atau pendirinya yaitu Kudungga. Letak dari kerajaan ini berada di sekitar sungai Mahakam yang nota bene memiliki tanah subur.
Runtuhnya Kerajaan Kutai.
Runtuhnya kerajaan yang bercorak Hindu ini sekitar abad ke 13 pada masa kepemimpinan Maharaja Dharma Setia. Beliau tewas akibat peperangan melawan raja Kutai Kertanegara. Perlu Anda ketahui, kerajaan Kutai dan Kutai Kertanegara memang berbeda. Kerajaan Kutai cenderung beragama Hindu sedangkan Kutai Kertanegara lebih condong ke kerajaan Islam. Maharaja Dharma Setia sendiri tewas di tangan Raja Aji Pangeran Anum Panji yang merupakan raja ke 13 dari Kutai Kertanegara.
Nama Raja-Raja Kerajaan Kutai
Sejarah kerajaan Kutai hingga runtuh memang tidak bisa dilepaskan dari nama-nama rajanya. Mulai dari sang pendiri hingga keturunannya ikut andil dalam kejayaan sebuah kerajaan. Khusus untuk kerajaan Kutai, tercatat dalam sejarah ada 21 raja yang memimpin. Raja pertama sekaligus pendiri kerajaan adalah Kudungga dengan gelar Anumerta Dewawarman. Kemudian setelah kepemimpinan beliau digantikan oleh anaknya yaitu Asmawarwan dan diteruskan pada anaknya yaitu Mulawarman. Raja-raja berikutnya adalah Marawijaya Warman, Gajayana Warman, Tungga Warman, Jayanaga Warman, Nalasinga Warman, Nala Parana Tungga, Gadingga Warman Dewa, Indra Warman Dewa, Sangga Warman Dewa, Candrawarman, Sri Langka Dewa, Guna Parana Dewa, Wijaya Warman, Sri Aji Dewa, Mulia Putera, Nala Pandita, Indra Paruta Dewa dan terakhir sekaligus menjadi runtuhnya kerajaan ini adalah Maharaja Dharma Setia. Puncak kejayaan Kerajaan Kutai adalah pada masa kepemimpinan Raja Mulawarman.
Peninggalan Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai bisa tercatat oleh sejarah karena adanya peninggalan berupa prasasti. Di dalam prasasti menceritakan kisah sejarah kerajaan Kutai hingga runtuh. Prasasti yang terkenal adalah Yupa dan berjumlah 7 buah. Di dalam prasasti tersebut menceritakan tentang awal mula berdirinya kerajaan Kutai. Yupa sendiri berbentuk seperti tugu batu dan digunakan sebagai tugu peringatan. Di dalam prasasti tersebut menyebutkan jika pembuatannya pada masa kepemimpinan raja Mulawarman. Sejarah mencatat bahwa ketujuh prasasti Yupa tersebut sudah cukup menjadi bukti bila kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia dan berdiri kurang lebih pada tahun 350 masehi. Bahasa yang ada di dalam Yupa tersebut menggunakan bahasa Sansekerta. Membahas tentang sejarah kerajaan di bumi Nusantara memang sangat menarik. Bagaimana tidak? dari masa ke masa pasti memiliki corak kerajaan yang berbeda-beda. Kerajaan Hindu dan Budha merupakan corak kerajaan yang pertama berdiri di negeri ini. Kemudian berganti masa menjadi kerajaan yang bercorak Islam akibat adanya percampuran budaya yang dibawa oleh para pedagang. Dengan mengetahui tentang Sejarah Kerajaan Kutai hingga runtuh pada artikel ini, Anda menjadi lebih tahu tentang awal mula berdirinya, peninggalan kerajaan hingga raja pertama dan terakhir dari kerajaan tersebut.
2. Kerajaan Kediri
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDE4epn4J9Sz1jumJxe2ZAkdOuMBP6oQ0dek1ZKfZK5HTNUqNvV4vf-DM93n4rz0HIMwfxjmHVWvTTMsJ-xkGDf5RaDKfdzV5V5DgK3sWicOq8Nsx8vNdlLgcX_12kA4lKpSU5EUpwY8w/s1600/Sejarah+Kerajaan+Kediri.jpg
Sejarah kerajaan Kediri merupakan salah satu kerajaan Hindu yang terletak di tepi Sungai Brantas, Jawa Timur. Kerajaan yang berdiri pada abad ke-12 ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno. Raja pertamanya bernama Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabu yang menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu. Sejarah Berdirinya Kerajaan Kediri diawali dengan perintah Raja Airlangga yang membagi kerajaan menjadi dua bagian, yakni Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi dengan Gunung Kawi dan Sungai Brantas. Tujuannya supaya tidak ada pertikaian. Kerajaan Janggala atau Kahuripan terdiri atas Malang dan Delta Sungai Brantas dengan pelabuhan Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, Ibu Kotanya Kahuripan. Sedangkan Kerajaan Panjalu (Kediri) meliputi, Kediri, Madiun, dan Ibu Kotanya Daha. dirinya sebagai titisan Wisnu. Sejarah Berdirinya Kerajaan Kediri diawali dengan perintah Raja Airlangga yang membagi kerajaan menjadi dua bagian, yakni Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi dengan Gunung Kawi dan Sungai Brantas. Tujuannya supaya tidak ada pertikaian. Kerajaan Janggala atau Kahuripan terdiri atas Malang dan Delta Sungai Brantas dengan pelabuhan Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, Ibu Kotanya Kahuripan. Sedangkan Kerajaan Panjalu (Kediri) meliputi, Kediri, Madiun, dan Ibu Kotanya Daha. Kemudian pada November 1042, kedua putra Raja Airlangga memperebutkan tahta kerajaan sehingga dengan terpaksa Airlangga membelah kerajaan menjadi dua. Hasil dari perang saudara tersebut, Kerajaan Panjalu diberikan kepada Sri Samarawijaya yang pusatnya di Kota Daha. Sedangkan Kerajaan Jenggala diberikan kepada Mapanji Garasakan yang berpusat di Kahuripan. Dalam Prasasti Meaenga disebutkan bahwa Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan nama Raja Mapanji Garasakan(1042-1052 M) diabadikan. Namun, pada peperangan selanjutnya, Kerajaan Panjalu (Kediri) berhasil menguasai seluruh tahta Airlangga. Raja-raja yang berkuasa pada Kerajaan Kediri: 1. Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabu
2. Kameshwara
3. Jayabaya
4. Prabu Sarwaswera
5. Prabu Krhoncharyadipa
6. Srengga Kertajaya
Masa Kejayaan Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan ketika masa pemerintahan Raja Jayabaya. Daerah kekuasaannya semakin meluas yang berawal dari Jawa Tengah meluas hingga hampir ke seluruh daerah Pulau Jawa. Selain itu, pengaruh Kerajaan Kediri juga sampai masuk ke Pulau Sumatera yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Kejayaan pada saat itu semakin kuat ketika terdapat catatan dari kronik Cina yang bernama Chou Ku-fei pada tahun 1178 M berisi tentang Negeri paling kaya di masa kerajaan Kediri pimpinan Raja Sri Jayabaya. Bukan hanya daerah kekuasaannya saja yang besar, melainkan seni sastra yang ada di Kediri cukup mendapat perhatian. Dengan demikian, Kerajaan Kediri semakin disegani pada masa itu.
Runtuhnya Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri runtuh pada masa pemerintahaan Raja Kertajaya, dimana terjadi pertentangan antara raja dengan Kaum Brahmana. Raja Kertajaya dianggap melanggar agama dengan memaksakan mereka menyembah kepadanya sebagai dewa. Kaum Brahmana meminta pertolongan kepada Ken Arok, pemimpin daerah Tumapel yang ingin memisahkan diri dari Kediri. Kemudian terjadilah perang antara rakyat Tumapel yang dipimpin Ken Arok dengan Kerajaan Kediri. Akhirnya pada tahun 1222 Masehi, Ken Arok berhasil mengalahkan Kertajaya dan Kerajaan Kediri menjadi wilayah bawahan Tumapel atau Singhasari. Sebagai pemimpin di Kerajaan Singhasari, Ken Arok mengangkat Jayasabha (putra Kertajaya) sebagai bupati Kediri. Jayasabha digantikan oleh putranya Sastrajaya pada tahun 1258. Kemudian Sastrajaya digantikan putranya Jayakatwang (1271). Jayakatwang berusaha ingin membangun kembali Kerajaan Kediri dengan memberontak Kerajaan Singhasari yang dipimpin Kertanegara. Terbunuhlah Raja Kertanegara dan Kediri berhasil dibangun oleh Jayakatwang. Namun, kerajaan Kediri tidak berdiri lama, Raden Wijaya (menantu Raja Kertanegara) berhasil meruntuhkan kembali Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Jayakatwang. Setelah itu, tidak ada lagi Kerajaan Kediri. Demikian lengkap sudah pembahasan terkait Sejarah Kerajaan Kediri, semoga bermanfaat.
3. Kerajaan Taruma Negara
Kerajaan Tarumanegara berdiri pada akhir abad ke-5 di Jawa Barat. Pendiri kerajaan ini tidak diketahui secara jelas, namun bila melihat prasasti tugu yang ditemukan, tertulis nama seorang raja yang memperhatikan kesejahteraan rakyatnya, yaitu Purnawarman. Sumber sejarah kerajaan berasal dari dalam dan luar negeri, sumber sejarah dari dalam negeri umumnya berupa prasasti, seperti prasasti Ciaruteun (ciampea Bogor), prasasti Kebon Kopi (Bogor), prasasti Awi (Leuwiliang). Adapun sumber sejarah dari luar negeri yang ditulis Fa Hien dari Cina yang datang ke Tarumanegara pada tahun 414 .
Raja Raja Kerajaan Tarumanegara
1. Jaya Singawarman
2. Dharmayawarman
3. Purnawarman
4. Wisnuwarman
5. Indrawarman
6. Candrawarman
7. Suryawarman
8. Kertawarman
9. Sudrawarman
10. Hari Wangsawarman
11. Naga Jayawarman
12. Linggawarman
Aspek Aspek Kehidupan Kerajaan Tarumanegara
1. Aspek Kehidupan Agama
Berdasarkan Prasasti Kebon Kopi, agama yang berkembang di kerajaan adalah agama Hindu Waisnawa. Fa Hien juga menyampaikan bahwa agama yang berkembang di Tarumanegara, yaitu agama Hindu, agama Budha, dan agama Kotor (kemungkinan agama asli penduduk Tarumanegara) . \
2. Aspek Kehidupan Ekonomi
Selain mengutamakan bidang pertanian, pelayaran dan perdagangan juga memperhatikan pemburuan dan perikanan, hal ini dapat dibuktikan melalui berita-berita tentang barang-barang perdagangan dari kerajaan Tarumanegara, antara lain cula badak, gading gajah dan kulit penyu .
3. Aspek Kehidupan Sosial
Aspek kehidupan masyarakat Tarumanegara tergolong tinggi karena mencerminkan sikap gotong royong. Terbukti mereka membuat saluran air sepanjang 11km untuk menghadapi bencana banjir.
4. Aspek Kehidupan Budaya
Masuknya pengaruh agama dan kebudayaan Hindu memengaruhi kebudayaan kerajaan Tarumanegara. Mitologi hindu banyak ditemukan dalam prasasti-prasasti, misalnya bendera kerajaan Tarumanegara berlukiskan rangkaian bunga teratai diatas kepala gajah, pengaruh India juga terlihat dengan digunakanya bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. Adapun juga pengaruh dari Cina, yaitu penggunaan bahasa yang disebut mereka sebagai bahasa Kun-lun .
Kerajaan Budha di Indonesia 1. Kerajaan sriwijaya
Sriwijaya diperkirakan didirikan pada abad ke-7 Masehi oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga. Dapunta Hyang adalah seorang raja ambisius, berwatak keras, dan bersikap ekspansionis. Ia mengerahkan tentaranya untuk menyerang, menaklukkan dan menguasai daerah-daerah sekitarnya. Berita Cina yang menyebutkan adanya kerajaan-kerajaan To-lang-poh-wang (Tulang Bawang) dan Mo-lo-yeu (Melayu) tidak terdengar lagi setelah Sriwijaya memperluas daerah kekuasaannya. Itu berarti kerajaan-kerajaan itu berhasil ditaklukkan oleh Sriwijaya. Dalam upaya penaklukkan, Dapunta Hyang memimpin langsung tentaranya. Setiap daerah yang berhasil dikuasai, selalu ditandai dengan mendirikan prasasti. Prasasti-prasasti itu berisi antara lain berupa peringatan keras bagi masyarakat daerah itu agar taat pada peraturan (undang-undang) kerajaan dan titah raja. Ada juga prasasti yang isinya berupa doa kepada para dewa agar melindungi daerah yang baru ditaklukkannya itu. Selain dari prasasti, berita mengenai Sriwijaya diperoleh pula dari berita Cina. Pada tahun 672, I-tsing, seorang bhiksu dari Cina berangkat dari Kanton hendak ke India. Ia singgah di Shih-li-fo-chi (Sriwijaya) dan selama enam bulan tinggal di daerah itu.
Setelah Dapunta Hyang, Sriwijaya diperintah oleh Balaputradewa, Sri Sudamaniwarmadewa, dan terakhir adalah Sanggramawijayattunggawarman. Letak pusat Kerajaan Sriwijaya hingga sekarang belum diketahui dengan pasti. Masalahnya, kerajaan itu tidak meninggalkan istana atau keraton yang fisiknya masih bisa dilihat. Padahal, istana atau keraton menjadi rujukan penting untuk menentukan pusat pemerintahan dari kerajaan yang telah tiada. Ada beberapa wilayah yang sering disebut-sebut sebagai pusat kerajaan itu, antara lain Palembang, Jambi, Riau, Lampung, Malaya, dan Thailand. Masing-masing wilayah didukung dengan adanya temuan arkeologis baik berupa candi, prasasti maupun sisa-sisa bangunan.
Letaknya yang strategis menyebabkan Sriwijaya berkembang pesat sebagai bandar dagang terbesar di Asia Tenggara. Kapal-kapal dagang, baik dari berbagai pelosok Nusantara maupun dari berbagai negara datang dan berlabuh di pelabuhan-pelabuhan Sriwijaya. Banyaknya kapal-kapal dagang yang datang di Sriwijaya, menunjukkan bahwa perdagangan di daerah itu maju pesat.
Musafir Cina I-tsing mengatakan Sriwijaya merupakan kota berbenteng. Di Sriwijaya terdapat kurang lebih 1000 orang bhiksu yang mendalami ajaran Buddha seperti halnya di India, di bawah bimbingan bhiksu terkenal bernama Syakyakirti. Terkesan oleh kemajuan Sriwijaya sebagai kerajaan Buddha terbesar, Itsing menganjurkan kepada para bhiksu Cina lainnya agar sebelum ke India sebaiknya datang dahulu ke Sriwijaya untuk mempelajari dasar-dasar agama Buddha dalam waktu setahun atau dua tahun.
Kerajaan Sriwijaya lambat laun mengalami kemunduran sehubungan dengan serangan-serangan yang dilancarkan oleh Kerajaan Colamandala dari India Selatan. Kerajaan Sriwijaya sebagai pusat agama Buddha terbesar di Asia Tenggara akhirnya mengalami kehancuran, setelah mendapat serangan dari Kerajaan Majapahit, disusul dengan berdirinya Kerajaan Islam Palembang.
2. Kerajaan kalingga
Kerajaan Kalingga adalah kerajaan bercorak Budha yang pernah menguasai wilayah pesisir utara Pulau Jawa pada abad ke 6 Masehi. Pusat pemerintahan kerajaan ini diperkirakan berada di daerah antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Sumber sejarah dan bukti tentang keberadaan Kerajaan Kalingga di masa silam terdapat pada beberapa peninggalan yang berupa prasasti, candi, dan berita dari China. Prasasti peninggalan kerajaan Kalingga yaitu Prasasti Tukmas yang ditemukan di lereng Barat Gunung Merapi dan Prasasti Sojometro yang ditemukan di Kecamatan Reban, Batang Jawa Tengah. Sementara peninggalan berupa candi di antaranya candi Angin dan candi Bubrah yang ditemukan di Jepara, serta situs Puncak Sanga Likur di Gunung Muria. Baik peninggalan berupa prasasti, candi, maupun kabar berita dari penjelajah China, semuanya menunjukan bahwa kerajaan ini memang lebih bercorak Budha. Kendati begitu, keterbatasan sumber sejarah yang ditemukan membuat penelitian lebih lanjut tentang sejarah kerajaan ini jadi sulit dilakukan.
Komentar
Posting Komentar